Minggu, 24 Januari 2016

Pandangan Pertama

  Al Lahazhat ( Pandangan pertama).

Yang satu ini bisa dikatakan sebagai ‘provokator’ syahwat, atau ‘utusan’ syahwat. Oleh karenanya, menjaga pandangan merupakan pokok dalam usaha menjaga kemaluan. Maka barang siapa yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan.

Rasulullah r bersabda :
" لا تتبع النظرة النظرة، فإنما لك الأولى وليست لك الأخرى ".
         “Janganlah kamu ikuti pendangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya.” ( HR. At Turmudzi, hadits hasan ghorib ).

         Dan di dalam musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari Rasulullah r , beliau bersabda :
" النظرة سهم مسموم من سهام إبليس، فمن غض بصره عن محاسن امرأة لله أورث الله قلبه حلاوة إلى يوم يلقاه ".
         “Pandangan itu adalah panah beracun dari panah panah iblis. Maka barang siapa yang memalingkan  pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ihlas karena Allah semata, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari kiamat.”      ( HR. Ahmad )..

         Beliau juga bersabda :
" غضوا أبصاركم واحفظوا فروجكم ".
            “Palingkanlah pandangan kalian, dan jagalah kemaluan kalian.” (HR. At Thobrani dalam Al mu’jam al kabir ).

         Dalam hadits lain beliau bersabda :
" إياكم والجلوس على الطرقات، قالوا : يا رسول الله, مجالسنا، ما لنا بد منها. قال : فإن كنتم لا بد فاعلين فأعطوا الطريق حقه، قالوا : وما حقه ؟ قال : غض البصر وكف الأذى ورد السلام ".
“Janganlah kalian duduk duduk di ( tepi ) jalan”, mereka berkata : “ya Rasulallah, tempat tempat duduk kami pasti di tepi jalan”, beliau bersabda : “Jika kalian memang harus melakukannya, maka hendaklah memberikan hak jalan itu”, mereka bertanya : “Apa hak jalan itu ?”, beliau menjawab : “Memalingkan pandangan ( dari hal hal yang dilarang Allah, pent.), menyingkirkan gangguan, dan menjawab salam.” ( HR. Muslim ).

         Pandangan adalah asal muasal seluruh musibah yang menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak, kemudian  lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang melahirkan syahwat, dan dari syahwat itu timbullah keinginan, kemudian keinginan itu menjadi kuat, dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya apa yang tadinya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan, dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya.
Oleh karena itu, dikatakan oleh sebagian ahli hikmah bahwa “bersabar dalam menahan pandangan mata ( bebannya ) adalah lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya.”

Seorang penyair mengatakan :
كل الحوادث مبـداها من النظـر ***  ومعظم النار من مستصغر الشرر
كم نظرة بلغت من قلب صاحبهـا ***  كمبلغ السهم بين القوس والوبر
والعبـد ما دام ذا طـرف يقلبـه  ***في أعين الغير موقوف على الخطر
يسر مقلتــه ما ضر مهجتــه   ***  لا مرحبـا بسرور عاد بالضرر

- Setiap kejadian musibah itu bermula dari pandangan, seperti kobaran api berasal dari percikan api yang kecil.
- Betapa banyak pandangan yang berhasil menembus kedalam hati pemiliknya, seperti tembusnya anak panah yang dilepaskan dari busur dan talinya.
- Seorang hamba, selama dia masih mempunyai kelopak mata yang digunakan untuk memandang orang lain, maka dia berada pada posisi yang membahayakan.
- ( Dia memandang hal hal yang ) menyenangkan matanya tapi membahayakan jiwanya, maka janganlah kamu sambut kesenangan yang akan membawa malapetaka.

Diantara bahaya pandangan

          Pandangan yang dilepaskan begitu saja itu akan menimbulkan perasaan gundah, tidak tenang dan hati yang terasa dipanas panasi. Seseorang bisa saja melihat sesuatu, yang sebenarnya dia tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan, karena dia tidak sabar untuk melihatnya. Tentu  merupakan siksaan yang berat pada batin anda, bila ternyata anda melihat sesuatu yang anda sendiri tidak bisa sabar untuk tidak melihatnya, walaupun sebagian dari sesuatu tersebut, namun anda juga tidak mampu untuk melihatnya.

          Seorang penyair berkata :
وكنت متى أرسلت طرفك رائدا    لقلبـك يوما أتعبـتك المناظر
رأيت الذي لا كلـه أنت قادر     عليه ولا عن بعضـه أنت صابر
- Bila – suatu hari – engkau lepaskan pandangan matamu mencari        ( mangsa ) untuk hatimu, niscaya apa apa yang dipandangnya akan melelahkan ( menyiksa ) diri kamu sendiri.
- Engkau melihat sesuatu yang engkau tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan dan engkau juga tidak bisa bersabar untuk tidak melihat ( walau hanya ) sebagian dari sesuatu itu.

Lebih jelasnya, bait syair di atas maksudnya : engkau akan melihat sesuatu yang engkau tidak sabar untuk tidak melihatnya walaupun sedikit, namun saat itu juga engkau tidak mampu untuk melihatnya sama sekali walaupun hanya sedikit.
Betapa banyak orang yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, akhirnya dia binasa dengan pandangan pandangan itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair :

يا ناظرا ما أقلعت لحظاتـه     حتى تشحط بينهن قتيـلا
Wahai orang yang memandang, tidaklah dia sampai tuntas menyelesaikan pandangannya, sehingga dia sendiri akan menjauh dan jatuh binasa karena pandangan pandangannya sendiri.

Ada untaian bait lain yang mengatakan :

مل السلامة فاغتدت لحظاتـه     وقفا على طلل يظن جميلا
ما زال يتبـع إثرة لحـظاتـه    حتى تشحط بينهـن قتيلا
- (Mungkin) dia sudah bosan selamat, sehingga dia biarkan pandangannya menyaksikan apa yang menurutnya indah.
- Begitulah ; dia terus melanjutkan satu pandangan dengan pandangan yang lain, sehingga ahirnya dia menjauh dan jatuh binasa karena pandangan pandangannya sendiri.

Suatu hal yang lebih mengherankan, yaitu bahwa pandangan yang dilakukan oleh seseorang itu merupakan anak panah yang tidak pernah mengena pada sasaran yang dipandang, sementara anak panah itu benar benar mengena di hati orang yang memandang.

Ada untaian bait syair yang mengatakan :

يا راميا سهام اللحـظ مجتهـدا      أنت القتيـل بما ترمي فلا تصب
وباعث الطرف يرتاد الشفاء لـه     احبس رسولك لا يأتيك بالعطب

- wahai orang yang dengan sungguh sungguh melempar anak panah pandangannya, engkaulah sebenarnya yang menjadi korban dari apa yang kamu lempar itu dan engkau tidak berhasil membidik orang yang engkau pandang.
- Dan orang yang melepas pandangannya dia akan kehilangan kesehatannya. ( oleh karena itu ) tahanlah pandanganmu, agar tidak mendatangkan musibah kepadamu.

Suatu hal yang lebih mengherankan lagi, yaitu bahwa satu pandangan (padahal yang dilarang ) itu dapat melukai hati dan (dengan pandangan yang baru ) berarti dia menoreh luka baru di atas luka lama ; namun ternyata derita yang di timbulkan oleh luka luka itu tak mencegahnya untuk kembali terus menerus melukainya.

ما زلت تتبع نظـرة في نظـرة    في إثر كـل مليحـة  ومليـح
وتظن ذاك دواء جرحك وهو في الـ تحقيق تجريـح  على تجريـح
فذبحت طرفك باللحاظ وبالبكاء   فالقلب منك ذبيـح أي ذبيـح
- Kau senantiasa mengikutkan satu pandangan dengan pandanganlainnya untuk menyaksikan ( wanita ) cantik dan ( pria ) tampan.
-   Dan kau mengira bahwa itu dapat mengobati luka ( syahwat )mu, padahal dengan itu berarti kau menoreh luka di atas luka.
-    Kau korbankan matamu dengan pandangan dan tangisan, sementara hatimu juga ( menjerit seperti ) disembelih habis habisan.

Oleh karena itu dikatakan : “sesungguhnya menahan pandangan hatimu itu lebih mudah dari pada menahan langgengnya penyesalan.”

Bahaya Zina

Melihat bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh zina merupakan bahaya yang tergolong besar, disamping juga bertentangan dengan aturan universal yang diberlakukan untuk menjaga kejelasan nasab ( keturunan ), menjaga kesucian dan kehormatan diri, juga mewaspadai hal hal yang menimbulkan permusuhan serta perasaan benci diantara manusia, disebabkan pengrusakan terhadap kehormatan istri, putri, saudara perempuan dan ibu mereka, yang ini semua jelas akan merusak tatanan kehidupan.
Melihat hal itu semua, pantaslah bahaya zina itu – bobotnya – setingkat dibawah pembunuhan. Oleh karena itu, Allah I menggandeng keduanya di dalam Al Qur’an, juga Rasulullah r dalam keterangan hadits beliau.
          Al Imam Ahmad berkata : “Aku tidak mengetahui sebuah dosa – setelah dosa membunuh jiwa – yang lebih besar dari dosa zina.”

          Dan Allah menegaskan pengharamannya dalam firmanNya :
]وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا} (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا(69) إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا {سورة الفرقان.
            “Dan orang orang yang tidak menyembah Tuhan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya ) kecuali dengan ( alasan ) yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat ( pembalasan ) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam  kaedaan  terhina  kecuali orang orang yang bertaubat ” ( QS. Al Furqon, 68 –70 ).

          Dalam ayat tersebut, Allah I menggandengkan zina dengan syirik dan membunuh jiwa, dan vonis hukumannya adalah kekal dalam azab yang berat yang dilipat gandakan, selama pelakunya tidak menetralisir hal tersebut dengan cara bertaubat, beriman dan beramal shaleh.
          Allah I berfirman :
]وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً[ (32) سورة الإسراء.
            “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji ( fahisyah ) dan suatu jalan yang buruk.” ( QS. Al Isra’, 32 ).

          Di sini Allah I menjelaskan tentang kejinya zina, karena kata “fahisyah” maknanya adalah perbuatan keji atau kotor yang sudah mencapai tingkat yang tinggi dan diakui kekejiannya oleh setiap orang yang berakal, bahkan oleh sebagian banyak binatang.
sebagaimana disebutkan oleh Imam Bukhori dalam kitab shohehnya, dari Ami bin Maimun Al Audi, ia berkata : “Aku pernah melihat – pada masa jahiliyah – seekor kera jantan yang berzina dengan seekor kera betina, lalu datanglah kawanan kera mengerumuni mereka berdua dan melempari keduanya sampai mati.”

Kemudian Allah I juga memberitahukan bahwa zina adalah seburuk buruk jalan, karena merupakan jalan kebinasaan, kehancuran dan kehinaan di dunia, siksaan dan azab di akhirat.
Dan karena menikahi mantan istri istri ayah itu termasuk perbuatan yang sangat jelak sekali, sehingga Allah I secara husus memberikan “cela” tambahan bagi orang yang melakukannya.
Allah I berfirman ( setelah secara tegas melarang kaum muslimin untuk menikahi istri istri ayah mereka, pent.) :
] إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيْلاً [.
          “Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk buruk jalan ( yang ditempuh ).” ( QS. An Nisa’, 22 ).

          Allah I juga menggantungkan keberuntungan seorang hamba pada kemampuannya dalam menjaga kehormatannya, tidak ada jalan menuju keberuntungan tanpa menjaga kehormatan.
          Allah I berfirman :
]قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ(1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ(2)وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ(3) والَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ(4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ(5) إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِين(6)فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ[(7) سورة المؤمنون.
          “Sesungguhnya beruntunglah orang orang yang beriman,       ( yaitu ) orang orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang orang yang menjauhkan diri dari ( perbuatan dan perkataan ) yang tiada berguna, dan orang orang yang menunaikan zakat, dan orang orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap istri istri mereka, atau budak budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang orang yang melampaui batas.” ( QS. Al Mu’minun, 1 – 7 ).

Dalam ayat ayat ini ada tiga hal yang diungkapkan :
Pertama : bahwa orang yang tidak menjaga kemaluannya, tidak termasuk orang yang beruntung.
Kedua     : dia termasuk orang yang tercela.
Ketiga     : dia termasuk orang yang melampaui batas.

Jadi, dia tidak akan mendapat keberuntungan, serta berhak mendapat predikat “melampaui batas”, dan jatuh pada tindakan yang membuatnya tercela. Padahal beratnya beban dalam menahan syahwat itu, lebih ringan ketimbang menanggung sebagian akibat yang disebutkan tadi.
Selain itu pula, Allah I telah menyindir manusia yang selalu berkeluh kesah, tidak sabar dan tidak mampu mengendalikan diri saat mendapatkan kebahagiaan, demikian pula kesusahan. Bila mendapat kebahagiaan dia menjadi kikir, tak mau memberi, dan bila mendapat kesusahan, dia banyak mengeluh. Begitulah sifat umum manusia, kecuali orang orang yang memang dikecualikan dari hamba hambaNya, yang diantaranya adalah mereka yang disebut di dalam firmanNya :

] وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ(29) إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِين(30)فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (31)[.
          “Dan orang orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri istri mereka atau budak budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari dibalik itu maka mereka itulah orang orang yang melampaui batas.” ( QS. Al Ma’arij, 29 – 31 ).

Oleh karenanya, Allah I memerintahkan Rasulullah r untuk memerintahkan orang orang mu’min agar menjaga pandangan dan kemaluan mereka, juga diberitahukan kepada mereka bahwa Allah I selalu menyaksikan amal perbuatan mereka.
]يَعْلَمُ خَائِنَةَ الأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ [سورة غافر.
  “Dia mengetahui ( pandangan ) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” ( QS. Ghafir, 19 ).

Dan karena ujung pangkal perbuatan zina yang keji ini dari pandangan mata, maka Allah I lebih mendahulukan perintah untuk memalingkan pandangan mata sebelum perintah untuk menjaga kemaluan, karena banyak musibah besar yang asal muasalnya adalah dari pandangan ; seperti kobaran api yang besar asalnya adalah percikan api yang kecil. Mulanya hanya pandangan, kemudian hayalan, kemudian langkah nyata, kemudian terjadilah musibah yang merupakan kejahatan besar ( zina ).

Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwa barang siapa yang bisa menjaga empat hal, maka berarti dia telah menyelamatkan agamanya: Al Lahazhat ( pandangan pertama ), Al Khatharat ( pikiran yang terlintas di benak ), Al Lafazhat ( ungkapan yang diucapkan ), Al Khuthuwat ( langkah nyata untuk sebuah perbuatan ).


Dan seyogyanya, seorang hamba Allah itu bersedia untuk menjaga dirinya dari empat hal di atas dengan ketat, sebab dari situlah musuh akan datang menyerangnya, merasuk kedalam dirinya dan merusak segalanya.

Keutamaan Hijab

      Hijab itu adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul.

Allah SWT telah mewajibkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya berdasarkan firman Allah SWT:
} وَمَا كَانَ لمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إذاَ قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أمْرًا أنْ يَكُونَ لهُمُ الخِيَرَةُ مِنْ أمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِينًا {
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak pula bagi perempuan yang mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.”                     (Q.S. Al-Ahzab: 36)
Allah SWT juga memerintahkan kaum wanita untuk menggunakan hijab sebagaimana firman Allah SWT:
} وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا {
“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.”  (Q.S An-Nur: 31)
Allah SWT berfirman:
} وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الجَاهِلِيَّةِ الأُولَى {
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah.”                                              (Q.S. Al-Ahzab: 33)
Allah SWT berfirman:
} وَإذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ {
“Apabila kamu meminta suatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.”    (Q.S. Al-Ahzab: 53)
Allah SWT berfirman:
} يَا أيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ المُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ {
“Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”    (Q.S. Al-Ahzab: 59)
Rasulullah SAW bersabda: “Wanita itu aurat” maksudnya adalah bahwa ia harus menutupi tubuhnya.